Zina, Kekacauan Nasab, dan Larangan Menikahi Pezina dalam Perspektif Islam
Di tengah arus liberalisme gaya hidup, zina sering dipersepsi sekadar sebagai urusan privat.
Padahal dalam Islam, zina adalah perbuatan yang tidak hanya merusak kehormatan pribadi, tetapi juga mengancam tatanan sosial, stabilitas keluarga, dan kejelasan hukum terkait nasab atau garis keturunan.
Apa Masalahnya dengan Zina?
Islam memandang bahwa anak tidak hanya hasil reproduksi biologis, melainkan amanah yang harus lahir dari proses yang sah dan mulia, yaitu pernikahan.
Ketika seorang perempuan melakukan hubungan seksual dengan lebih dari satu laki-laki di luar nikah, lalu mengandung, siapa ayah dari anak yang lahir? Apakah bisa dipastikan?
Dalam hukum Islam, tidak bisa. Anak hasil zina tidak memiliki hubungan nasab secara hukum kepada laki-laki yang menzinai ibunya, bahkan bila tes DNA membuktikannya.
Ini karena Islam menekankan pentingnya akad nikah yang sah sebagai dasar penetapan nasab.
Syariat vs DNA: Mana yang Diutamakan?
Islam tidak anti-sains. Namun dalam masalah nasab, prinsip syariat tidak bisa diganti oleh teknologi.
Imam Malik dalam Al-Muwaththa’ menyatakan bahwa anak hanya dinisbatkan kepada suami yang sah dari ibunya.
Ibnu Qudamah dalam Al-Mughni bahkan menyebut bahwa anak zina tidak dapat dikaitkan dengan siapa pun secara hukum.
Statistik Sosial: Anak Tanpa Identitas Ayah
Menurut Komnas Perlindungan Anak (2022), terdapat lebih dari 2 juta anak Indonesia yang tidak memiliki data ayah dalam akta kelahiran.
Ini menciptakan tantangan hukum, identitas, bahkan mental. Studi UNICEF (2021) menunjukkan anak-anak tanpa ayah cenderung lebih rentan terhadap kekerasan, kemiskinan, dan trauma psikologis.
Al-Qur’an: Pezina untuk Pezina
“Laki-laki pezina tidak akan menikah kecuali dengan perempuan pezina atau perempuan musyrik, dan perempuan pezina tidak akan dinikahi kecuali oleh laki-laki pezina atau laki-laki musyrik. Yang demikian itu diharamkan atas orang-orang yang beriman.” (QS An-Nur: 3)
Menurut tafsir Ibnu Katsir, ayat ini merupakan larangan simbolik dan sosial bagi orang beriman untuk menjauhi pernikahan dengan pezina yang belum bertaubat.
Syekh Wahbah az-Zuhaili juga menegaskan bahwa pernikahan semacam itu merusak maqashid syariah, terutama dalam menjaga kehormatan dan keturunan.
Kasus Nyata: Ketika Zina Menjadi Konsumsi Publik
Di Indonesia, publik sempat dihebohkan dengan kasus selebriti yang hamil tanpa menikah.
Beberapa laki-laki dikaitkan sebagai kemungkinan ayah, dan masyarakat bingung. Anak yang lahir pun tumbuh dalam sorotan media.
Beginilah realitas kekacauan sosial saat zina dianggap normal.
Pertobatan: Jalan Keluar dari Kekacauan
Islam tidak menutup pintu. Allah berfirman:
“Kecuali orang-orang yang bertaubat, beriman, dan mengerjakan amal saleh; maka kejahatan mereka diganti Allah dengan kebaikan.” (QS Al-Furqan: 70)
Maka, sebelum taubat dilakukan, larangan menikahi pezina adalah pagar pelindung bagi masyarakat beriman.
Islam hadir bukan untuk menghukum, tetapi menjaga martabat umat dan mencegah kehancuran sosial.